Oleh:
Oktantia Rukmana (J1C106202)
FMIPA Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Lahan basah merupakan habitat utama di Kalimantan yang luasnya meliputi lebih dari 10 juta ha, kira –kira 20 % massa daratan Kalimantan . Habitat lahan basah di Kalimantan terutama berupa air tawar dan rawa gambut serta lahan bakau di pesisir sungai. Khususnya pada daerah Kalimantan selatan yang memiliki areal seluas 3,7 juta ha dengan karakteristik lingkungan yang spesifik, dimana terdiri atas tipe lahan basah dan lahan kering. Kedua tipe lahan itu seolah-olah menempati ruang dan wilayah tersendiri. Lahan kering dengan bentangan Pegunungan Meratus dari bagian utara ke selatan dan medan yang berombak di wilayah timur serta lahan basah di wilayah barat. Kedua tipe utama lahan itu memberikan keunikan ekologis baik dari segi fisik-kimia dan biologis maupun sosial dan kependudukannya.
Bagi sebagian kalangan, barangkali “lahan basah” merupakan istilah yang masih relatif baru. Walaupun sebenarnya mereka sudah mengenal ekosistem ini dengan sangat karibnya. Lahan basah merupakan terjemahan langsung dari kata “wetlands”. Pengertian lahan basah itu sendiri menurut beberapa ahli diantaranya berdasarkan konversi Ramsar, mendefinisikan lahan basah sebagai daerah-daerah seperti rawa, payau, lahan gambut atau perairan, baik alami maupun buatan, permanen atau sementara, dengan air yang mengalir atau tetap, baik air tawar, payau atau asin, meliputi pula daerah perairan laut dengan kedalaman pada saat air surut terendah tidak melebihi 6 meter.
Adapun yang termasuk lahan basah yang terdapat di Kalimantan Selatan adalah kawasan rawa. Dimana rawa merupakan salah satu tipe lahan basah yang memiliki fungsi dan keunikan yang khas. Secara fisik, rawa merupakan suatu daerah yang tergenang oleh air baik secara permanen atau secara musiman dan ditumbuhi oleh suatu vegetasi, dimana banyak dijumpai di pesisir pantai yang dipengaruhi pasang surut atau di daerah pedalaman yang jauh dari pantai dan air yang menggenanginya dapat bersifat asin, payau, atau tawar dan biasanya mempunyai kedalaman tidak lebih dari 2 meter. Sedangkan, Gopal et al, (1982) mengartikan rawa atas dua kepentingan yang bertolak belakang, dimana pengertian pertama yang dikemukakan oleh “ecologist” ditekankan kepada kepentingan ekosistem, sehingga memiliki konotasi positif. Sedangkan pengertian kedua ditekankan kepada kepentingan manusia, yaitu bahwa rawa merupakan lahan yang tebengkalai yang hanya bermanfaat dengan upaya drainase. Dari pengertian kedua ini, istilah rawa dapat berubah dari wetlands menjadi wastelands untuk menunjukkan betapa rawa merupakan lahan yang paling murah dan dengan sedikit masalah.
Fungsi foundamental dari lahan basah ini sendiri antara lain sebagai sumber produk-produk alami didalam lahan antara lain tanah gambut, kayu-kayuan (seperti nipah, nibung, rahim, rengas), buah-buahan(salk liar, durian, manggis hutan), dan lain-lain, memenuhi kebutuhan akan air, pengendali banjir, pencegah pencampuran (intrusi) air asin, perlindungan terhadap alam, penghilangn dan penambatan sedimen, penghilangn dan/atau penambatan nutrisi, penghilangn dan/atau penambat racun, sebagai produksi energi
Dari sekian banyak lahan basah yang ada di Kalimantan Selatan, salah satunya berada di desa Tungkaran daerah kota Martapura, Kab.Banjar. Desa tungkaran adalah desa terpencil yang berada di kota Martapura kab. Banjar, Kalimantan Selatan. Untuk menuju kedesa ini memakan waktu sekitar 15 menit dari kota Martapura. Desa ini secara geografis terletak pada titik koordinat 3o 37’ 22.8” S 114o 42’ 09.2” E. Walaupun desa ini merupakakan desa yang terpencil, akan tetepi desa ini banyak penghuninya dan fasilitas yang tersedia pun sudah lumayan mencukupi seperti Sekolah Dasar dan mesjid.
Gambar 1.1 Fasilitas Desa Tungkaran
Jika terjadi hujan deras air sungai di desa tungkaran akan meluap dan menyebabkan terjadinya banjir, hal ini dikarenakan pada awalnya desa ini adalah sebuah lahan basah yang telah dijadikan tempat hunian. Jadi tempat ini merupakan lahan hunian buatan yang pada awalnya merupakan lahan basah yang tidak terjamah oleh manusia. oleh karena itu jalan penghubung antara kota Martapura dan desa ini banyak mengalami kerusakan dan selalu basah. Selain itu jembatan penghubung jalan juga tidak ada pengamannya. Lahan basah di tempat ini ditumbuhi oleh flora ber jenis kangkung, eceng gondok, purun tikus, rumbia, galam, dan teratai. Lahan ini di huni oleh beberapa fauna antara lain ular, ikan sepat, kodok dan katak. Lahan ini tempatnya sangat luas dan terhubung dengan sungai-sungai kecil yang berada di kota Martapura.
Gambar 1.2 Habitat Lahan Basah
Dari survei yang dilakukan pada tanggal 9 maret, lahan ini baru saja diguyur hujan. Air sungainya hampir mencapai jalanan, jalan yang kami lewati pun cukup terganggu,karena jalannya becek dan licin. Tanaman yang tumbuh disana juga sangat subur sedangkan untuk hewan yang ada disana tidak muncul kepermukaan selain ikan sepat. Menurut penglihatan saya, lahan disana sudah tercemar oleh limbah rumah tangga, sehingga habitat flora dan faunanya terganggu. Warna airnya pun sudah menjadi kehitam-hitaman.
Gambar 1.3 Jembatan dan Jalan Rusak
Gambar 1.4 Pencemaran
Gambar 1.5 Air
Gambar 1.6 Kerusakan Habitat
Tanaman dilahan ini sudah banyak dieksploitasi manusia baik secara legal dan ilegal karena lahan ini merupakan tempat keseharian warga disana, seperti halnya eceng gondok, tanaman ini sangat bernilai ekonomis yang dapat dijadikan kerajinan tangan, akan tetapi ada juga yang mengambil tanaman ini tapi tidak digunakan yakni hanya mencabutnya dari habitatnya dan dibiarkan begitu saja. Lain halnya dengan tanaman kangkung, tanaman ini diambil masyarakat sekitar untuk dijual kepasar dijadikan bahan sayuran. Sedangkan untuk pohon rumbia, tanaman ini multiguna yakni batangnya digunakan sebagai pakan ternak dan daunnya dijadikan sebagai atap rumah.
Gambar 1.7 Eksploitas Tanaman Eceng Gondok